Asal usul masyarakat Bolaang Mongondow
Dan urutan bupati yang menjabat
Berdasarkan
riwayat atau penuturan secara turun-temurun sesuai Metodologi Penulisan
Sejarah dengan menggunakan Analisa Kausal dan dengan menggunakan
pendekatan Multidimensi, bahwa kedatangan Nenek Moyang Bolaang Mongondow
melalui Cerita Sejarah yang didukung oleh kenyataan dalam interaksi
sosial maupun aktifitas masyarakat dari dulu hingga sekarang. Nenek
moyang penduduk Bolaang Mongondow mulanya bertempat tinggal di muara
Sungai Sangkub Bintauna yang awalnya terdiri dari 2 (dua) pasang Suami
Istri masing-masing GUMALANGIT (Turun dari Langit) dan istrinya TENDEDUATA (Putri dari Dewa) serta TUMOTOI BOKOL (Meniti dari Ombak) dan istrinya TUMOTOI BOKAT (Keluar dari Pecahan Ombak), pasangan GUMALANGITmemperoleh keturunan Puteri bernama DUMONDON, sedangkan pasangan TOMOTOI BOKOL mendapat keturunan Putera bernamaSUGEHA, dimana setelah Dewasa mereka dinikahkan.
Seiring
dengan perkembangan dengan perjalanan waktu keturunan mereka berkembang
menjadi besar dan berkelompok-kelompok serta hidup bersama dengan
tempat tinggal bernama LIPUNG, dan dengan
perkembangannya kedua keturunan ini mulai memasuki pedalaman dan hidup
berpindah-pindah (Nomaden), kemudian menyebar untuk mendapatkan
pemukiman baru dipimpin oleh para BOGANI-NYA menyebar diseluruh pelosok Negeri, dan dari keturunan GUMALANGIT menyebar ada yang ke HUNTUK BALUDAWA
dan ada juga masuk kepedalaman Bolaang Mongondow yang waktu itu masih
berbentuk Danau dan sebagai bukti terhadap salah satu tempat Wilayah
Passi bernama UANGGA (perahu) sebab dulunya di sana digunakan sebagai tempat tambatan perahu.
Masa Pemerintahan
Berdasarkan Legenda dengan penuh Mitologi serta bukti sejarah meriwayatkan bahwa menjelang Abad ke XIV sampai dengan Abad ke XIX, wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow berbentuk Kerajaan-kerajaan yang terdiri dari Empat Kerajaan Besar yakni Kerajaan Bolaang Mongondow, Kerajaan Bintauna, Kerajaan Kaidipang Besar, dan Kerajaan Bolaang Uki,
dimana dimasa Pemerintahan Kerajaan-kerajaan ini dibawah pengaruh
kekuasaan Belanda/VOC dan Jepang. dan berakhir tahun 1948 setelah keluar
Peraturan Negara Indonesia tentang pembentukan Dewan Raja-raja di
Bolaang Mongondow sebagian dari Sub Bagian Daerah Sulawesi Utara yang
Berpusat di Gorontalo.
Dewan Raja-raja itu berbentuk sebagai berikut:
Ketua: H.J.C. MANOPPO dari Bolaang Mongondow
Anggota: R.S. PONTOH dari Kaidipang
M. DATUNSOLANG dari Bintauna
A.H. GOBEL dari Bolaang Uki
Dewan
raja-raja ini berakhir Bulan Mei 1950 dengan adanya Gerakan Rakyat
Menentang Sistem Feodal, yang disponsori Partai Syarikat Islam Bolaang
Mongondow menuntut Pembubaran Pemerintah Swapraja yang dianggap kaki
tangan Kolonial yang menghambat arah dan jiwa Demokrasi NKRI yang
diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945 dan menuntut agar Bolaang
Mongondow dijadikan Kabupaten lepas dari Kabupaten Sulawesi Utara yang
berpusat di Gorontalo. Akhirnya dalam suatu pertemuan besar yang
dihadiri ribuan massa PSII dan massa lainnya yang dipimpin ZAKARIA IMBAN, dewan raja-raja dibubarkan dan dengan kerelaan pengunduran diri oleh H.J.C. Manoppo sebagai Ketua Dewan Swapraja.
Pada
bulan Desembar 1950, proses dimasukannya Wilayah Bolaang Mongondow
kedalam wilayah Kabupaten Sulawesi Utara yakni Daerah Sub kabupaten
Bolaang Mongondow yang oleh Pemerintah Pusat mengangkat Frans Papunduke Mokompit
sebagai Kepala Daerah Sub Kabupaten Bolaang Mongondow yang berlangsung
sampai bulan Maret 1954 (4 Tahun 5 Bulan). dan merupakan Kepala Daerah
Kabupaten yang Otonom, dan merupakan masa peralihan yang berlangsung
hingga Bulan Maret 1954, yang sejak Bolaang Mongondow menjadi Daerah
Otonom Tingkat II setingkat Kabupaten pada Tanggal 23 Maret 1954.
Bahwa
selama kurung waktu tahun 1954 hingga awal tahun 1969 situasi dan
kondisi stabilitas maupun pembangunan dalam keadaan darurat karena pada
masa ini terjadi pergolakan-pergolakan atau pemberontakan terutama oleh
perjuangan Rakyat Semesta (PERMESTA) dimana Bolaang
Mongondow dijadikan basis terakhir perjuanganya akibat Rakyat Bolaang
Mongondow paling parah dibandingkan dengan Gorontalo dan Minahasa,
Bolaang Mongondow hancur total dibumihanguskan menjadi puing-puing
berserahkan sekitar tahun 1963.
Akan tetapi dengan semangat yang
membara rakyat dan Pemerintah yang terbentuk, melaksanakan Pembangunan
walaupun dalam bentuk-bentuk darurat hingga tahun 1968, dan Pembangunan
secara terencana dan sungguh-sungguh baru dimulai sejak dicanangkannya
Repelita I tanggal 1 April 1969 dimana di Kabupaten Bolaang Mongondow
pencanangannya dipusatkan di Kecamatan Modayag dengan Pencakulan Pertama
Pembuatan Jalan Darat Tobongon– Molobog oleh Bupati Bolaang Mongondow Oemarudin Nini Mokoagow dengan Nama Proyek Tomol (Tobongon – Molobog), jalan Uuan ke Molibagu dengan nama Proyek Umol (Uuan – Molibagu) dan jalan baru Pinogaluman ke Doloduo dengan nama Proyek Pindol (Pinogaluman-Doloduo) dan selanjutnya hingga sekarang ini.
Keberhasilan
pembangunan di Kabupaten Bolaang Mongondow setelah menjadi Daerah
Otonom Tingkat II, tidak lepas dari peran dan kesungguhan Para Bupati
yang silih berganti memimpin Daerah ini. Hingga saat ini dibawah
kepemimpinan Hi. Salihi B Mokodongan yang memimpin
Kabupaten ini sejak 16 Juli 2011 hingga Juli 2016, dimana perkembangan
pembangunan yang sangat signifikan dengan kebutuhan masyarakat Bolaang
Mongondow diantaranya terjadi Pemekaran Kecamatan dari 15 Kecamatan
Menjadi 32 Kecamatan yang terdiri dari 352 Desa/Kelurahan. Prestasi
gemilang serta usaha yang tidak pernah mengenal Kata menyerah
mendatangkan hasil yang perlu dicatat dengan TINTA EMAS
dalam Sejarah Perjalanan Kabupaten Bolaang Mongondow dengan keluarnya
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kota Kotamobagu dan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara, dimana kedua Daerah hasil Pemekaran itu, telah
diresmikan pada tanggal 23 Mei 2007 oleh Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Ad Interim Bapak Widodo A.S, upaya dan kerja
keras Bupati beserta seluruh stakeholders tidak berhenti sampai di situ
ini terbukti dengan disahkannya 2 daerah otonom yang baru yaitu
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kabupaten Bolaang
Mongondow Timur dan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2008 Tentang
Pembentukan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan dimana peresmiannya
dilaksanakan pada tanggal 30 September 2008 oleh Menteri Dalam Negeri,
sehingga saat ini Bolaang Mongondow Bersatu telah menjadi 4 Kabupaten
dan 1 Kota.
Dengan keberadaan ini maka sangat layak bagi Bolaang
Mongondow Bersatu untuk membentuk 1 Provinsi yang baru, cita-cita luhur
ini tentunya harus ditopang oleh kita semua dengan upaya, kerja keras,
sehingga Visi dan Misi yang dicanangkan oleh Bupati bersama seluruh
komponen masyarakat yaitu: '‘Terwujudnya Bolaang Mongondow Yang Berbudaya, Berdaya Saing, dan Sejahtera’' secara perlahan mulai tergapai.
Adapun Bupati/Bupati yang pernah memimpin dan perlu mendapat catatan'‘TINTA EMAS’' disanubari Rakyat Totabuan dengan massa periode Kepemimpinan adalah sebagai berikut:
1. Anton Cornelis Manoppo (Maret 1954-Juni 1954)
2. Henny Yusuf Cornelis Manoppo (Juni 1954-September 1959)
3. Mayor Inf Daan Olii (September 1959-Juni 1965)
4. Piet Johanis Manoppo (Juni 1965-Agustus 1966)
5. Letkol CPM Oemarudin Nini Mokoagow (Agustus 1966-Januari 1976)
6. Drs Hi Syamsudin Paputungan (Januari 1976-Mei 1976)
7. Letkol Art Inyo Tangkudung (Mei 1976-Januari 1981)
8. Drs Ahmad Nadjamudin (Januari 1981-Mei 1981)
9. Drs Hi Jambat Arsyad Damopolii (Mei 1981-Mei 1991) 2 periode
10. Drs Hi Syamsudin Paputungan (Mei 1991-Mei 1996)
11. Drs Hi Muda Mokoginta (Mei 1996-Mei 2001)
12. Ny Hj Marlina Moha Siahaan (Mei 2000-Mei 2006/Mei 2006-Mei 2011) 2 periode
13. Hi Gun Lapadengan SH (Mei 2011-Juli 2011)
14. Hi Salihi B Mokodongan (Juli 2011 s/d 2016).
15,Adrianus Nikson Watung (saat ini PJS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar