Tari Tuitan adalah Tarian Adat Bolaang Mongondow yang digelar untuk menjemput atau menjamu tamu kehormatan. Biasa juga dipergunakan untuk menjemput dan mengawal pengantin pria saat masuk ke tempat pengantin wanita pada acara akad nikah perkawinan adat Mongondow. Tarian ini dipakai sejak zaman raja-raja Mongondow dan turun temurun menjadi semacam kebiasaan bagi masyarakat apabila ada hajatan pernikahan.
Menurut sumber tarian ini diciptakan dan
dipakai sebagai tarian kerajaan sejak zaman Raja Tadohe,’ karena dalam
tulisan W. Dunnebier Over de Vorsten Van Bolaang Mongondow yang
yang diterjemahkan R.Mokoginta. Dalam buku itu diterangkan bahwa
penetapan ketentuan-ketentuan adat yang terstruktur ditetapkan pada
zaman Pemerintahan Raja Tadohe’ sekitar Tahun 1600. Keterangan yang sama
dapat ditemui pada tulisan-tulisan Bernard Ginupit, sebagai missal.
Tarian ini diperankan oleh 9 (sembilan)
orang personil yang memakai pakaian adat yang sudah ditentukan, dengan
tugas masing-masing 6 (enam) orang sebagai penari; 1 (satu) orang
sebagai pemain alat music; dan 2 (dua) orang sebagai pelaku pesilat yang
akan melakukan duel. Dalam prosesnya, tarian ini menggunakan alat
tombak dan kaleau atau perisai, khusus untuk 6 (enam) orang penari.
Pada prosesnya sebelum pelaksanaan tarian, guhanga (orang tua adat) melakukan dodandonan, yaitu
ucapan-ucapan permohonan kepada leluhur yang disampaikan lewat nyanyian
yang bertujuan untuk meminta agar pada prosesnya leluhur tidak
terlibat, sehingga penari-penari ini tidak kerasukan, mengingat pada
pelaksanaannya penari-penari ini menggunakan benda tajam. Setelah dodandonan selesai
disampaikan, tarian dimulai ketika iring-iringan tamu atau pengantin
pria sudah memasuki halaman dari tempat pengantin wanita. Gerakan tarian
ini dominan persis seperti pertempuran, yaitu memainkan langkah
maju-mundur dan menghunuskan tombak serta mengangkat kaleau.
Khusus pada acara akad nikah, pada
tahapan selanjutnya penari-penari membuat barisan tiga-tiga dan berjalan
bersama mengawal iring-iringan pengantin pria sampai di depan gerbang
pintu masuk tempat pengantin wanita. Di depan gerbang, iring-iringan
akan dicegat oleh satu orang pengawal pengantin wanita, yang kemudian
meminta berduel dengan perwakilan iring-iringan pengantin pria, sebagai
satu persyaratan mutlak untuk masuk ke dalam, Pengawal pengantin pria
harus mengalahkan pengawal pengantin wanita tersebut. Hal ini
menggambarkan pada zaman dahulu pria yang akan mempersunting wanita
adalah pria yang terbukti mempunyai kekuatan, karena kalau lemah maka
tidak bisa diijinkan masuk kedalam rumah sang wanita, artinya tidak akan
pernah mempersuntingnya.
Selanjutnya, setelah pengawal pengantin
wanita ditaklukkan, iring-iringan pengantin pria dipersilahkan masuk
untuk menyerahkan seserahan yang dibawa serta melangsungkan pernikahan
dan tetap dikawal oleh kelompok tuitan tadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar